Jumat, 28 Januari 2011

Goa Lusiala.......!!






Deretan puncak perbukitan batu gamping dengan hutan lebat menghijau di belakang Desa Saleman dan Horale, menghapus kebosanan perjalanan laut selama tujuh jam dari Ambon. Para penumpang kapal juga disambut atraksi akrobatik ikan bubara besar yang dua kali salto di udara. Decak kagum tanpa sadar keluar dari bibir ini.

Mendekati perkampungan, keindahan alam semakin memesona. Teluk teduh berair jernih hingga karang di dasar laut bisa memamerkan keindahanya. Ikan-ikan karang kecil berwarna-warni berenang bebas, berkejaran di sela-sela karang.

Nun di batas pertemuan air dan daratan, hamparan pasir putih memanjang hingga kaki bukit. Deretan pohon kelapa berdiri menjulang, daunnya melambai mengundang untuk singgah. Keindahan alam itu baru permulaan, perbukitan dan hutan di belakang kampung menawarkan keindahan yang lebih memesona. Laut Seram di depan perkampungan, yang merupakan satu dari tiga wilayah pengelolaan perikanan di Maluku, menyimpan potensi ikan yang besar.

Kekayaan alam itu kontras dengan fenomena konflik tapal batas petuanan antara Saleman dan Horale, Kecamatan Seram Utara Barat, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Konflik lahan memicu dua kali bentrokan pada 10 Juli 2006 dan 2 Mei 2008. Bentrokan pertama menewaskan seorang warga Saleman dan yang kedua menewaskan empat warga Horale.

Jika konflik batas petuanan dapat diselesaikan, Saleman dan Horale berpotensi menjadi daerah kunjungan wisata minat khusus. Lokasi ini bisa dicapai melalui jalur laut dan darat. Jalur laut Ambon-Saleman hanya bisa menggunakan kapal cepat sewaan dengan waktu tempuh sekitar tujuh jam. Jalur kedua dari Pelabuhan Tulehu di Kota Ambon menyeberang ke Amahai (dua jam). Perjalanan darat Amahai-Saleman sekitar tiga jam.

Penggiat penelusuran goa (caving) bisa mengeksplorasi puluhan goa vertikal dan horizontal di perbukitan karst di belakang desa. Pada 1996 SUCC dan Wessex Cave Club dari Inggris dalam ekspedisi penelusuran goa di Pulau Seram mencatat 30 goa di karst Saleman-Sawai.

Salah satu goa yang paling mudah diamati adalah Goa Lusiala yang berada di dinding tebing di belakang Desa Saleman. Setiap sore ribuan kelelawar keluar dari goa membentuk garis hitam panjang di angkasa. Hewan nokturnal itu terbang ke arah Laut Seram dan kembali berbalik ke arah hutan di perbukitan. Jeritan kelelawar menyertai iring-iringan itu.

Masyarakat lokal mengeramatkan goa itu, yang ditorehkan dalam nama Lusiala. Lusi berarti nenek moyang dan ala berarti anak cucu. Kelelawar dipersepsikan oleh masyarakat sebagai burung yang terbang membawa roh nenek moyang. Goa ini hanya bisa dicapai menggunakan tali yang diset menggunakan single rope technique (SRT) karena posisinya di tebing bukit Polasi berkemiringan 90 derajat.

Di hutan belakang perbukitan yang masuk kawasan Taman Nasional Manusela terdapat kekayaan fauna anggrek asli Maluku, seperti anggrek bulan dan anggrek macan. Balai Taman Nasional Manusela mencatat 97 jenis anggrek dan 598 jenis paku-pakuan (pakis) temasuk jenis endemik paku binaya

Burung

Pencinta burung juga bisa menikmati pesona 196 spesies burung, 13 jenis di antaranya endemik Seram. Beberapa jenis burung utama adalah kasturi tengkuk ungu (Lorius domicella), kakaktua maluku (Cacatua moluccensis), raja udang (Halycon lazuli, H sancta, dan Alcedo atthis), nuri raja/nuri ambon (Alisterus amboinensis), nuri kepala hitam (Lorius domicella), burung madu besar (Philemon subcorniculatus), dan kasuari (Casuarius casuarius).

Keindahan alam di Taman Nasional Manusela itu bisa dicapai dari Saleman. Demikian juga pendakian ke Gunung Binaya (3.027 meter di atas permukaan laut) puncak tertinggi di Maluku. Petualangan ke Binaya tidak akan terlupakan karena tantangannya berat.

”Untuk naik ke Binaya diperlukan waktu sekitar 12 hari. Alamnya luar biasa indah dan menantang. Ada satu bagian yang hutannya berwarna merah karena pantulan cahaya dari dedaunan,” ujar Handoko, anggota Kelompok Pencinta Alam Kanal.

Dari Saleman, perjalanan bisa dilanjutkan ke Desa Sawai yang bisa dicapai dengan perahu dalam 30 menit. Sawai juga merupakan salah satu pintu masuk ke Taman Nasional Manusela. Teluk Sawai dilengkapi dengan penginapan terapung bagi wisatawan. Dari Sawai bisa lanjut ke hutan mangrove Pulau Raja yang menjadi habitat kalong. Setiap senja ribuan kalong terbang membentuk siluet dengan latar belakang langit memerah.

Berkunjung ke Saleman, apabila dalam keadaan damai, bisa menenteramkan jiwa. Alam yang indah, udara sejuk, dan nyanyian serangga malam merupakan simfoni alam yang menggetarkan jiwa.

Kearifan lokal masyarakat nelayan dan petani ladang di Saleman, Horale, Saka, dan Sawai masih bisa dijumpai. Penggemar olahraga memancing bisa memuaskan hobi di teluk ataupun lepas pantai. Aktivitas pembuatan tepung sagu juga memperkaya khazanah kuliner dan pangan lokal.

Posisi strategis Teluk Saleman juga penting dalam peta perhubungan wilayah. Desa Saka menjadi simpul penghubung desa-desa di sekitar teluk dengan sentra ekonomi di Masohi dan Ambon. Saka dikenal luas sebagai terminal transit. Alat transportasi darat dari Masohi dan Ambon berhenti di Saka dan penumpang melanjutkan perjalanan ke pusat ekonomi di Wahai dan Kobisadar menggunakan perahu. Jalur laut ini lebih cepat karena hanya membutuhkan waktu satu jam.

Potensi wilayah di pesisir utara Pulau Seram itu masih belum dikembangkan optimal. Promosi wisata ke Saleman dan Sawai sangat lemah. Pemerintah Maluku Tengah terkesan enggan memajukan potensi wilayah yang luar biasa itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar