Minggu, 18 Juli 2010

Tebing Ciampea

Bila membicarakan tebing Ciampea, sepertinya diri ini memutar mesin waktu kembali ke masa lalu. Saat remaja kurus ini masih berseragam putih-abu, menjejakan jempol kaki diatas cadas tanpa sepatu, dan bergantung pada seutas webbing, tak lain untuk menggapai setiap pengaman terakhir di jalur putih, jalur kambing dan jalur toke. Nah ngomong-ngomong soal jalur-jalur diatas, setiap pemanjat pemula yang pernah menjejakan kakinya di tebing Ciampea pasti mengenalnya.

Tentu perkenalan ini bukan disebabkan jalurnya menantang namun karena justru tingkat kesulitannya yang moderat dan berjenjang. Sehingga cocok bagi pemanjat pemula seperti remaja berambut belah pinggir ini untuk mulai memahami setiap bentuk cacat batuan. Makanya, hampir setiap libur dan akhir pekan di tahun 1993, remaja yang belum berkaca mata inipun mulai gandrung menyambanginya. Keranjingan batu tepatnya


Namun seiring waktu, jalur-jalur sport tersebut hanya menjadi bagian rutinitas dalam setiap sesi latihan. Karena latihan pun terus berkembang  mulailah diri ini menjajal jalur-jalur dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi, seperti jalur bicycle, tiga bor dan intifada.

Akhirnya rasa bosan pun kembali mendera. Saat jalur-jalur tersebut pun kembali dikuasai.

Jalur-jalur baru di Ciampea

Dibandingkan dengan jalur-jalur sport yang tersedia di tebing kalapanunggal maupun Citatah. Tebing Ciampea tentu berbeda, hal ini disebabkan minimnya permukaan batuan. Maka gagasan membuat jalur-jalur barupun sempat tertunda hingga beberapa tahun kedepan.

Namun karena besarnya hasrat, aksi pembuatan jalur pun tetap dilakukan. Diawali dengan semangat Indra membuat jalur Taliban, disusul Andri “kebo” dengan membuat jalur Strawberry-Tiram, tak mau ketinggalan penulis pun membuat jalur West Bank dan akhirnya ditutup dengan upaya bersama merestorasi pengaman-pengaman jalur Revolution yang berkarat dan terlupakan. Jalur revolution memang lama terabaikan karena cukup sulit dipanjat dan batuannya selalu basah.

Sepi dan Terabaikan. Mereka yang pernah datang ke tebing Ciampea diawal dekade 90-an hingga tahun 2000-an tentu pernah merasakan sesaknya teras di tebing Ciampea oleh gerombolan-gerombolan pemanjat dari berbagai klub dan organisasi. Saking ramainya, jangan harap anda yang pemalu ataupun malas mengantri bakal kebagian jalur “ngga bakalan ada jalur yang nganggur man”. Kecuali jalur tangga yang memang lebih sering dipakai untuk latihan naik turun tebing (ascending-descending) maupun hanya sekedar latihan mengenal olahraga ini.

Tapi itu semua hanya tinggal cerita, tebing Ciampea semakin hari semakin kehilangan magnetnya menggaet mereka yang mengaku pemanjat. Pemanjat yang seharusnya bisa berprestasi di tebing alam dan tebing buatan. Kini alih-alih hanya sekedar mengejar kompetisi demi uang dan pengakuan hanya di arena tebing buatan.

Karaktertistik Tebing Ciampea:

Jenis Batuan : limestone
Ketinggian : 5 - 30 M
Jumlah Jalur : 13 jalur
Grade : 5.8 - 5.12

Character pegangan : Variatif ( dominasi pocket )
System Pemanjatan : - Sport Climbing
Interest : - Pemandangan puncak tebing dikelilingi sawah & hutan
- Fauna : Monyet, burung Udang, Ular, Tokek, burung elang dll
- Flora : Carsen, Anggrek liar dll
- Bio thermal yg ada di tengah sungai ( lumayan bisa dipake mandi)

Menuju Lokasi :Dari Jakarta anda bisa memilih rute: Jakarta-Bogor-Ciampea-Leuwi Kancra

Tidak ada komentar:

Posting Komentar