Kamis, 08 Juli 2010

Tebing Lawe

Tebing Lawe menempel di sisi selatan bukit Lawe, Desa Kendaga, kecamatan Banjarmangu, Banjarnegara, Jawa Tengah. Desa Kendaga, yang terkenal dengan salak dan ikan lelenya, bisa dicapai dari kota Banjarnegara dengan minibus jurusan Banjarnegara-Kr. Kobar. Sedangkan untuk mencapai dasar tebing, masih harus jalan kaki sekitar 1 kilometer.

Tebing Lawe, yang mempunyai ketinggian kurang lebih 230 meter, disusun oleh batuan andesit muda. Jalur pemanjatan dimulai dengan batuan halus, licin, dan berlumut dengan kemiringan lebih dari 80 derajat. selanjutnya, batuan rapuh yang bertumpuk-tumpuk. pada ketinggian 30 meter terdapat teras kecil, saya melakukan hanging belay disana (saat itu tali dinamic yang saya gunakan panjangnya hanya 50 meter). Pada ketinggian 75 meter terdapat teras besar bernama Gajahan. Untuk mencapainya terlebih dahulu harus menaklukan overhang yang cukup menyulitkan.

Di atas Gajahan, ditumbuhi rumput-rumput lebat, terkesan seperti akhir tebing (puncak), padahal masih jauh diatas. Diperlukan konsentrasi dan kesabaran yang tinggi di medan ini. Kerapatan pemasangan pengaman harus tetap dijaga, walaupun berumput, akan tetapi sebenarnya rumput-rumput tumbuh di kemiringan tebing. Konsentrasi juga diperlukan untuk menghindari satwa-satwa tebing. Lubang-lubang kecil yang bisa digunakan sebagai pegangan dan pengaman seringkali adalah sarang tokek. Belum lagi beberapa sarang alap-alap di rerumputan tebing.

Permasalahan yang cukup merepotkan dalam pemanjatan tebing andesit, sebagaimana tebing Lawe, adalah soal pengaman. Berbeda dengan tebing karst, pengaman yang paling aman di medan andesit adalah bor. Akan tetapi, pemasangan-pemasangan bor sangat memakan waktu dan tenaga. Permasalahan menjadi komplit saat ketinggian sudah mencapai 75 meter (di atas Gajahan) karena kebutuhan fliying camp pemasangan bor menjadi lebih banyak.

Untuk memanjat tebing ini biasanya digunakan Himalayan Technic, yaitu pemanjat dibagi menjadi beberapa tim. Pertama tim atlet yang terdiri dari seorang leader atau pembuat jalur dan dua orang belayer (jika menggunakan sistem double belay). Tim kedua yaitu tim pendukung yang bertugas di dasar tebing, mengatur tali transport dan bersiap sebagai tim rescue jika terjadi sesuatu. Selanjutnya tim terakhir adalah tim pengamat yang berada di lokasi strategis yang dapat mengamati dasar tebing sampai ke puncak tebing.

Puncak Lawe memang tidak begitu eksotik. Hal ini disebabkan karena puncak Lawe dapat dicapai dengan jalan kaki dari sisi utara, sehingga kesan terisolasinya, sebagaimana puncak sebuah tebing, berasa kurang. Akan tetapi tebing Lawe menghadirkan sebuah tantangan yang cukup seru di seluruh sisi-sisi tebingnya yang curam. Pasti memacu adrenalin para climbers.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar